Saturday 13 April 2019

Saleha vs Gadget

Gadget merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh generasi kita saat ini. Saya menyadari bahwa makin hari perkembangan teknologi berkembang sangat cepat. Begitu pula berbagai bentuk komunikasi dan penyampaian informasi saat ini tak luput dari Gadget. Di tulisan ini saya akan menyampaikan sedikit pengalaman saya mengenai tarik-ulur penggunaan Gadget terhadap Saleha sampai akhirnya Saleha sudah terbebas dari Gadget, baik berupa Android hingga PC/Laptop.

Pemberian gadget terhadap Saleha dimulai sejak dia berumur 18 bulan. Saat itu Saleha mulai menghafal Surah-surah pendek, do'a-do'a dan kosakata bahasa Arab. Sebagai ibu yang bangga dengan perkembangan anaknya, saya mencari cara untuk memfasilitasinya. Dan saat itu yang benar-benar membantunya menghafal adalah video hafalan surah yang dikemas dengan visual anak-anak. Saat itu saya download video Upin Ipin sedang mengaji bermacam-macam Surah. Saleha pun nampak antusias dan seperti harapan saya, dia menangkap semuanya dengan cepat. Padahal bicaranya belum fasih, tapi dia sudah tahu  beberapa surah pendek, do'a-do'a dan kosakata bahasa Arab. Ibunya tinggal follow up dan mendokumentasikannya (tetep yaa, ga kelewat 😂).

Lama kelamaan Saleha mulai akrab dengan HP. Yang pada awalnya pegang HP saat diberikan, sudah mulai meminta. Pernah suatu ketika HP tergeletak di atas kasur. Saleha mengambilnya, dan entah bagaimana HP tersebut jatuh ke lantai dalam posisi tengkurap, menyebabkan layarnya retak. Saya datangi beberapa tempat servis HP dan mereka meminta 400-500ribu untuk memperbaikinya. Sebagai emak-emak irit yaaa, saya ga mau keluarkan uang untuk servis HP, sehingga retaknya masih ada sampai sekarang 😂. Dari situlah saya menghentikan pemakaian HP kepada Saleha. (Sudah retak aja baru dihentikan,, gimana sih ibu??)

Sampai tiba saat Saleha genap berumur 2 tahun.  Tak lama kemudian, kabar bahagia datang kepada kami, yaitu kabar bahwa saya sudah mengandung anak kedua. Saat itu kondisi kehamilan saya cukup memprihatinkan. Bukan karena janinnya yang bermasalah, tapi karena fisik saya yang lemah. Kalau orang Manado bilang, "mangidam jaha". Badan lemah, tensi darah rendah, selalu pusing, dan semua yang dimakan selalu dimuntahkan. Akhirnya suami yang menggantikan semua pekerjaan saya plus mengurus saya yang sedang terbaring lemah karena mengidam. Saleha pun mulai mencari perhatian. Akhirnya suami memberikan laptop yang sudah berisi video Upin Ipin, sehingga Saleha bisa anteng dan tidak rewel.

Setelah kehamilan saya menginjak 7 bulan, saya dan Saleha pulang ke rumah orangtua untuk melahirkan. Sesampainya di rumah neneknya, Saleha sudah melupakan gadgetnya. Mungkin karena dia saat itu jadi pusat perhatian dari nenek & kakeknya. Sering diajak jalan-jalan, dibelikan makanan dan mainan kesukaannya. Saleha benar-benar menikmati dunianya sebagai anak polos berumur 2 tahun. Sampai akhirnya saya melahirkan Sheraz, dan 3 bulan kemudian kami harus kembali ke Sulawesi setelah LDR-an cukup lama dengan suami.

Setelah kembali ke Sulawesi, kami kembali dengan kesibukan kami, mulai mengurus anak-anak, mengerjakan pekerjaan rumah sampai menjalankan program tarbiyat anggota. Disinilah gadget kembali mengambil hati Saleha. Karena kami merasa sibuk, kami pun memberikan Laptop yang berisi video Upin Ipin untuk ditonton oleh Saleha. Namun, kami belum menyadari bahwa Saleha sudah berumur 3 tahun. Dia sudah bisa mempertahankan keinginannya dan marah ketika keinginannya tidak terpenuhi. Selama sebulan, kami mengamati perubahan sikap Saleha. Saleha sudah larut dalam gadget. Ketika dipanggil namanya, dia tidak merespon. Dia pun sudah cuek dengan buku-buku dan mainannya. Bahkan ketika diajak jalan-jalan, mandi dan Shalat sekalipun, dia menolak dan memilih menonton Upin Ipin di Laptop. Ketika kami mematikan laptopnya, Saleha mengamuk dan marah-marah. Disitu saya merasa sedih dan menyesal. Kami pun mencari cara untuk membatasi kembali penggunaan laptop baginya.

Pertama, kami mematikan laptop pada waktu Shalat dan mengajak Saleha untuk ikut Shalat berjamaah. Tidak akan dinyalakan laptop kalau tidak ikut shalat. Walaupun pada kenyataannya Saleha tidak shalat khusyuk, masih jalan2 kesana kemari (tau lah ya anak 3 tahun gimana), setidaknya dia sudah teralihkan dari laptop. Awalnya dia menangis keras sampai berteriak, lama kelamaan dia sudah mulai tenang dan mau diajak.

Kedua, sebisa mungkin kami keluar rumah setiap hari. Kunjungan ke rumah anggota atau sekedar jalan-jalan, agar perhatiannya teralihkan. Awalnya dia menolak, namun mengingat bahwa dia akan ditinggalkan, dia pun mulai lunak dan mau ikut.

Ketiga, kami selalu membujuknya untuk bermain dengan tetangga yang sebaya dengannya. Ini sebenarnya paling mudah. Kami panggil anak tetangga masuk ke rumah, dan perhatian Saleha langsung teralihkan. Selama ini anak-anak tersebut yang selalu datang ke rumah sehingga saya pun dapat mengawasinya. Kalaupun keluar, hanya di pekarangan sekitar rumah. Dan otomatis rumah pun jadi berantakan dengan mainan dan buku-buku. Sering juga Saleha setelah bermain di luar masuk ke rumah dalam keadaan kotor bajunya/celananya. Namun, hal tersebut justru membuat saya tenang dan bahagia. Melihat Saleha tumbuh dan berkembang tanpa gadget, sehingga ia mampu bereksplorasi dan berkreasi.

Sampai saat ini kami bertahan untuk menghentikan pemberian gadget pada Saleha. Saleha pun sudah terbiasa, apabila lihat HP dan laptop sekarang dia sudah cuek. Kecuali kalau sedang ikut acara dia lihat temannya main HP, dia ikut nonton, tapi tidak lama. Dia lebih senang bermain dan bersosialisasi, meskipun dia cukup pemalu dan pendiam.

Kita tidak memungkiri keberadaan gadget di masa ini. Apalagi generasi Saleha pasti akan sangat lekat dengan gadget. Lambat laun seiring berjalannya waktu, Saleha pasti akan memiliki dan memanfaatkannya. Tapi bukan sekarang waktunya. Saleha masih kecil dan masih dalam masa-masa emas pertumbuhan/perkembangan. Kami ingin mengisi hari-hari Saleha dengan ingatan yang indah tentang masa kecilnya. Bukan berarti anak-anak lain yang full bermain gadget tidak memiliki kehidupan yang indah. Saya yakin mereka akan tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas juga, sesuai didikan orangtuanya. Namun, pemberian gadget untuk Saleha sangat tidak efektif karena Saleha jadi kurang merespon, kurang bersosialisasi, dan emosional. Setiap anak pasti berbeda-beda. Mungkin ada yang merasa sangat efektif memberikan gadget, tapi Saleha tidak.

Saya pun tidak merasa paling sukses menghindarkan Saleha dari gadget. Dalam momen-momen tertentu misalnya saat saya menjadi pemateri dalam suatu acara atau ketika menghadiri undangan, saya masih menjadikan gadget sebagai pengalihan agar Saleha tidak bosan dan rewel. Dengan catatan: mode terbang dan hanya nonton video upin ipin (suara di mute/dikecilkan). Namun selesai acara, penggunaan gadget pun dihentikan. Sengaja saya sampaikan dengan gamblang bagaimana beratnya menjaga komitmen yang saya buat sejak dulu. Tarik-ulur pemberian gadget kepada Saleha adalah contoh nyata. Kasih gadget (selama 5 bulan)>>>berhenti total (selama 4 bulan)>>>kasih gadget lagi (selama 4 bulan)>>>berhenti total lagi (selama 5 bulan)>>>kasih lagi (selama 1,5 bulan)>>>berhenti total (sejak awal Maret 2019 sampai sekarang).

Prosesnya cukup lama dan berat, mengingat ini akan sangat emosional baik bagi ibu dan anak. Perjalanan kita masih panjang dan tentunya semua ibu ingin yang terbaik bagi anak. Ibu yang memberikan gadget dan ibu yang tidak memberikan gadget tetaplah ibu yang menyayangi anaknya. STOP Mom Shaming dengan membandingkan pola asuh kita dengan ibu yang lain. Disini saya hanya berbagi pengalaman siapa tau ada ibu yang sama prosesnya seperti saya.

Semangat ya moms..
Mudah-mudahan Allah memberikan karunia yang berlimpah untuk kita semua dan memberikan kesehatan dan kekuatan dalam mendidik anak-anak kita menjadi generasi yang kita harapkan (generasi islam yang akan berkhidmat untuk agama). Aamiin

2 comments:

  1. Love U and your family... 😍❤️😍

    Sangat menginspirasi... 👍

    ReplyDelete