Tuesday 10 January 2017

Pekerjaan Rumah Tangga, Tugas Suami atau Tugas Istri?

Malam ini saya dan suami menghabiskan waktu bersama di depan laptop, namun dengan pekerjaan yang berbeda. Saya sedang merekap laporan LI, suami sedang menginstal printer yang baru dibeli sore tadi. Duduk bersama begini mengingatkan saya akan sebuah postingan dari seorang kawan beberapa saat yang lalu. Kata orang, postingan ini bikin baper. Begini isi postingannya:

Jika kamu jadi istriku, santai saja. Kamu tak perlu ribet berdandan. Tak perlu memoles wajah sedemikian rupa. Buat apa? Toh, dengan basuhan air wudhu di setiap pergantian waktu, kamu akan selalu cantik. Kamu juga tak perlu resah dengan bentuk perut. Mau gendut mau kurus tak masalah. Sebab aku tahu, di dalam perutmu, ada rahim yang kelak melahirkan putra-putriku.

Jika kamu jadi istriku, santai saja. Tak perlu malu bila tak bisa memasak. Toh, kamu dipinang buat jadi bidadari, bukan untuk jadi koki. Iya, kan? Kita bakal masak bareng-bareng. Dan saat masakan terhidang, kita saling tatap, senyam senyum, lalu tertawa renyah saat ternyata, makanan kita keasinan. Hehe.

Jika kamu jadi istriku, santai saja. Tak gugup sebab tak bisa mengurus rumah. Toh, kamu dipinang sebagai cintaku, bukan pembantu. He'em, kan? Pagi-pagi sebelum aku berangkat kerja, kita akan beresin rumah sama-sama. Barangkali kamu yang nyapu dan aku yang mengepel. Sepakat?

Jika kamu jadi istriku, santai saja. Tak perlu takut karena menjadi istri hidupmu akan membosankan. Diam di rumah terus. Tidak. Kamu bukan satpam di rumahku, kamu penjaga di hatiku. Kita akan jalan-jalan bersama setiap hari. Lihat taman di sore hari, atau berlibur seolah setiap hari, adalah bulan madu.

Jika kamu jadi istriku, santai saja. Sebab ikatan kita adalah sebuah kebaikan. Setengah agama. Kebersamaan kita akan bertabur pahala, yang setiap sentuhan-nya melenyapkan dosa-dosa. Indah, kan?

Kepada kamu duhai jodohku. Jangan ke mana-mana, ya. Sabarlah dengan kesendirianmu. Sebentaaar lagi saja. Aku sedang OTW, nih. Insya Allah aku akan segera datang. Mengusaikan penantianmu.   

Postingan diatas memang bikin baper. Saya aja yang sudah menikah merasa diaduk-aduk perasaannya, apalagi mereka yang masih menikmati kesendirian dengan dalih menunggu jodoh.. Hehehehe.. Tapi setidaknya, sebagai wanita yang diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, pasti kalimat demi kalimat diatas sangat menyentuh hati kita yang sensitif.

Saya teringat ceramah seorang mubaligh yang maknanya sama.

"Dalam Islam, sebenarnya yang harusnya mengerjakan pekerjaan rumah tangga itu suami. Tugas suami itu kan mencari nafkah. Memberi makan anak istri. Memberi makan berarti harus yang sudah jadi dan siap makan (nasi contohnya, bukannya beras). Lalu mencuci baju, menyapu dan mengepel lantai, semua tugas suami. Karena tanggung jawab suami lah untuk menjaga dan melindungi anak istri."

Saat dengar ceramah itu, otomatis kita para istri udah Ge-eR duluan. Ada yang berdehem-dehem, ada yang pura2 batuk, ada yang senyam senyum, sampai ada yang tutup muka karena malu.. (Itu yang tutup muka malu kenapa ya? Hehhehe). Tapi ga sampai disitu aja. Di tengah riuh para ibu-ibu yang udah keGe-eRan, Pa mubaligh melanjutkan:

"Tugas istri hanya satu. Satu saja, ga banyak. TAAT PADA SUAMI."

Jreng jreng.. Kebayang kan gimana ekspresi kita-kita sebagai istri setelah denger kalimat terakhir? Hehehhehehehe..

Yupp.. Pada dasarnya menikah dan membangun rumah tangga bukan sekedar memenuhi hasrat biologis dan meningkatkan status sosial saja. Bukan pula untuk mendapatkan keturunan sehingga ada yang akan mewarisi kekayaan kita. Menikah tidak sekedar untuk itu. Ada makna yang lebih dalam dari itu.

Kembali ke topik di awal, suami yang mau mengerjakan pekerjaan rumah tangga adalah suami yang ikhlas, yang mengerti akan keadaan istrinya. Ia paham betul bahwa perempuan secara fisik tidak sekuat laki-laki, namun yang mereka kerjakan justru lebih berat dari pekerjaan laki-laki.
Ketika suami hanya berpikir bagaimana mencari nafkah untuk menghidupi keluarga, istri berpikir untuk mengatur keuangan agar bisa bertahan hidup dari hari ke hari, membagi uang saku anak-anaknya, membeli perlengkapan sekolah dan rumah.
Ketika suami sakit punggung karena kelelahan bekerja, istri sakit mata karena mengiris bawang merah, sakit tangannya karena memikul alat-alat rumah tangga, keram kakinya karena terlalu lama dalam air.
Saya salut pada suami yang rela menggantikan pekerjaan yang biasa dilakukan istrinya..
(Jujur, suami saya gitu.. Malah lebih rajin dari saya.. Hehee)

Namun, tugas istri adalah taat pada suami. Kalau suami minta kita masak karena ia senang masakan kita, why not? Kalau suami minta kita mencuci baju karena dia sudah kelelahan bekerja, kenapa engga? Apa kita tidak ingin melakukan sesuatu yang membuat suami semakin sayang pada kita? Toh dengan permintaan-permintaan suami kepada kita itu, menjadi ladang pahala untuk kita.

Kalau ini benar-benar diterapkan, membangun rumah tangga akan menjadi hal yang paling menyenangkan. Pulang ke rumah langsung setelah bekerja demi melihat senyuman istri adalah harapan para suami. Melihat suami tidur nyenyak setelah kelelahan bekerja menjadi pemandangan yang menyejukkan hati para istri. Semoga kita bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.. Aamiin

No comments:

Post a Comment